Sumber Gambar: dosenpendidikancom |
Namun bagaimanapun, politik adalah elemen penting yang dari sana,
mengutip Bertolt Brecth, seorang penyair Jerman yang mengatakan: “...biaya hidup, harga kacang, harga daging
(ikan), harga tepung, biaya sewa, harga pakaian
(sepatu) dan obat, semua tergantung keputusan politik.” Lebih lanjut Brecth
mengungkapkan sebab ketidakpedulian kita terhadap politik maka “...lahir
pelacur, anak terlantar, pencuri terburuk dari seluruh pencuri (koruptor),
politisi busuk dan rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”. Pilihan
bagi generasi milenial menyikapi politik negeri ini ada dua, yaitu: masuk
langsung dan terlibat pembenahan dari dalam atau menjadi kekuatan
penyeimbang di luar dalam
mekanisme checks and balance.
Pilihan pertama untuk terlibat langsung menjadi penting dan terbuka
peluangnya. Sebab beberapa partai mulai berbenah dalam rekrutmen anggota maupun
kadernya. Mereka paham betul kondisi dan potensi suara serta kepemimpinan
generasi milenial. Misalnya yang terbaru dilakukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Mereka merekrut
bakal calon anggota
legislatif secara terbuka.
Lalu, sejumlah tokoh profesional diberi wewenang mewawancarai setiap kandidat
yang lulus persyaratan administratif. Juga wawancara disiarkan langsung melalui media sosial Facebook dan Instagram.
Keberadaan kelompok milenial yang terbuka, berani dan punya kecepatan
akses informasi bisa perlahan merubah wajah politik kita. Langkah yang kelak
bisa kita rekomendasikan dilaksanakan juga oleh partai politik yang lain.
Keterbukaan dalam rekrutmen politik semacam ini merupakan langkah bagus guna
menutup ruang politik kartel dan nepotisme. Juga sebagai ajang penilaian awal
publik terhadap calon ‘wakil’ mereka di lembaga legislatif. Atau generasi milenial
memilih berada diluar institusi demokrasi yaitu partai politik tersebut,
kemudian bergabung dengan berbagai aliansi atau LSM yang punya konsentrasi
pengawasan kerja legislatif-eksekutif, pengawasan korupsi politik atau menjadi netizen cerdas dengan memberi kritik
konstruktif melalui saluran media yang ada. Ditambah karakter generasi milenial
yang percaya diri, selalu berjuang
dan kreatif maka diharapkan
bisa segera tercipta kekuatan penyeimbang politik dalam sistem check and balance.
Kedua, aspek sosio-ekonomi. Kekayaan SDA kita sangat besar sekali. Mulai
yang terbarukan (renewable) sampai
yang tidak terbarukan (nonrenewable).
Otokritik yang muncul adalah kita ibarat ‘ayam mati diatas lumbung padi’. Keunggulan yang begitu besar tidak
sempurna kita konversikan untuk kemajuan bangsa. Akhirnya yang terjadi masih
saja lagu lama: kemiskinan, kerusakan alam, konflik agrarian, kesenjangan
ekonomi, pengangguran dan sikap konsumtif.
Comments
Post a Comment