TRIPLE DEVELOPMENT LEARNING, GO GO GENERASI Z: SEBUAH ESAI




Karya: Marenthina, Siswi SMAN 1 BANGIL


Masihkah anda ingat rumus luas lingkaran yang anda pelajari saat kelas 6 SD? Masihkah anda ingat zat apa yang menyebabkan warna hijau pada daun yang anda pelajari saat kelas 5 SD? Tentu kita semua telah melupakannya karena kita tidak pernah menggunakan pengetahuan tersebut seumur hidup kita. Tetapi hal-hal demikian kita pelajari sepanjang SD, SMP, dan SMA.

Sesuatu yang tidak pernah kita butuhkan dalam hidup kita namun kita berusaha keras mengejar pengetahuan tersebut dan berharap pengetahuan tersebut dapat membawa kepada kesukesan. Menurut saya ini adalah hal yang ironis, kita mempelajari sesuatu yang tidak berguna kemudian berharap dengannya hidup akan lebih baik.

Dunia berubah, cara berfikir pun juga harus berubah, disini penulis memaparkan bagaimana memberikan metode-metode yang tepat dalam pembelajaran se-yogyanya, dengan hal tersebut kita dapat mengubah hal yang sulit menjadi hal yang lebih mudah yang nyatanya terdapat pada subjek-subjek pelajaran di sekolah baik untuk siswa maupun pelajar mahasiswa. Saya rasa, inilah yang menjadi tantangan dan hambatan siswa-siswa Indonesia saat ini, mereka hanya diberi doktrin-doktrin pengetahuan saja tanpa adanya polesan pada pengetahuan tersebut.

Dalam sistem ini, seseorang perlu menentukan terlebih dahulu apa tujuan mereka belajar. Setelah mereka belajar, apa yang ingin mereka dapatkan, dapat lakukan, dan dapat kembangkan. Setelah menentukan apa yang mereka perlu pelajari, mereka dapat menentukan apa yang akan mereka pelajari, merancang kurikulum, materi ajar, menentukan kapan belajar, dan bagaimana mereka belajar. Tentu, cara bagaimana mereka belajar ini adalah hal serius yang harus mendapat perhatian serius pula. Coba saja kita bayangkan, jika semua materi ajar, tenaga kerja, fasilitas yang memadai telah terpenuhi.Namun cara individu tersebut untuk belajar kurang tepat atau bahkan sangat keliru, maka hal ini dapat diibaratkan dengan sebuah bibit tanaman. Jika bibit tanaman tersebut berharga mahal, ditempatkan di lingkungan yang tepat, diletakkan di pot yang bagus dan mewah, namun satu hal yang kurang, yaitu perawatannya. Bagaimana bibit tanaman itu bisa tumbuh dengan baik jika cara perawatannya pun salah , jika hanya menyiram satu minggu sekali? Satu bulan? Atau bahkan tidak sama sekali. Bisa kita bayangkan, bibit tanaman mahal itu tidak akan bernilai apa-apa.


Kembali pada permasalahan pendidikan Indonesia saat ini. Pergantian menteri setiap tahunnya turut menimbulkan pergantian kurrikulum pendidikan yang dirasa semakin tidak efektif. Bukan untuk membenahi apa yang telah ada, namun justru semakin menambah dan mempersulit beban dengan banyaknya hal yang baru. Kita lihat bagaimana siswa-siswa itu bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama, ditambah lagi program fullday school serta program percepatan sekolah “Akselerasi”. Mungkin mereka telah memenuhi dalam pencapaian target prestasi, namun tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan mental isswa terhambat karena semakin sulitnya sistem belajar pada saat ini.
Sekali lagi yang terpenting adalah bagaimana cara menerapkan metode-metode yang tepat pada pelajar seluruh Indonesia agar belajar terasa mudah dan menyenangkan.

Generasi Z, Generasi EMAS
Internet hadir di Indonesia pada 1990. Baru pada 1994, Indonet hadir sebagai Penyelenggara Jasa Internet komersial perdana di negeri ini. Jadi, mari kita anggap Generasi Z Indonesia adalah mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an sampai tahun 2000-an.

Jika Generasi Z pertama adalah mereka yang lahir pada 1995, artinya orang yang paling tua dari Generasi Z Indonesia sudah berumur 21 tahun: mereka sudah beranjak dewasa, sudah ikut pemilu, mencari atau sudah punya pekerjaan, dan hal-hal lain yang bisa memengaruhi ekonomi, politik, dan kehidupan sosial dunia kini.


Pada dekade terakhir, Generasi Z terus diteliti. Dari preferensi politik, ekonomi, hingga gaya hidup. Sebab, di dunia ini, belum pernah ada generasi yang sejak lahir sudah akrab dengan teknologi—seperti mereka. Menurut Hellen Katherina dari Nielsen Indonesia, Generasi Z adalah masa depan.
Sejauh ini, Generasi Z dikenal sebagai karakter yang lebih tidak fokus dari milenial, tapi lebih serba-bisa; lebih individual, lebih global, berpikiran lebih terbuka, lebih cepat terjun ke dunia kerja, lebih wirausahawan, dan tentu saja lebih ramah teknologi.

Menyadari potensi tersebut, Connor Blakley, pemuda 17 tahun dari Amerika Serikat, mendapuk dirinya sebagai konsultan khusus Generasi Z, yang secara profesional siap membantu perusahaan-perusahaan untuk mengenali para konsumen terbesarnya ini.


“Generasi Z adalah generasi paling berpengaruh, unik, dan beragam dari yang pernah ada,” kata Blakley dalam wawancaranya dengan Forbes. Lanjutkan membaca

REKOMENDASI UNTUK ANDA

Comments

UPDATE VIDEO TERBARU

FACEBOOK